Daftar Isi

Ep3. Hammi dan Penggemarnya


"Hammi, ayo kita ke kantin!" ajak Ima bersama-sama dengan Ruli dan Siti.
"Iya." jawabku
 
Kami pun berjalan keluar kelas kemudian menuruni tangga sampai lantai bawah menuju kantin. Dan lagi.
"Hammi... Hammi..."
Suara panggilan itu lagi, "siapa sih?". Aku mencari-cari asal suara itu dan ternyata suara itu berasal dari lantai atas, aku melihat ke arah atas dan benar, suara itu panggilan dari anak laki-laki yang aku tidak kenal dengan wajah maupun siapa namanya. Dia terus memanggilku hingga aku salah tingkah khawatir teman-temanku juga mendengarnya. Aku langsung memalingkan mukaku darinya dan mengambil langkah cepat untuk segera sampai di kantin sebelum itu semua diketahui oleh teman-temanku.
"Hammi, tunggu... Sepertinya ada seseorang yang memanggilmu."
"Ha? Apa?" Aku berpura-pura tidak dengar dan melanjutkan berjalan.
"Hammi, berhenti, seseorang memanggilmu, mungkin temanmu." Aku terus mengabaikan Ima.
"Hammi...!! Aduuh temanku Ima benar-benar deh... Berisik . aku menutup kedua telingaku dan terus mengambil langkah cepat.
Anak laki-laki itu tersenyum sembari tertawa kecil seolah-olah dia semakin menyukaiku dan ingin terus menerorku.
 
*****
     Waktu sholat dzuhur pun tiba, aku segera berwudhu dan naik tangga menuju musholla yang berada di lantai atas. Bagiku, naik tangga itu benar-benar menyusahkanku. Aku harus terus berpegangan dan hati-hati agar aku tidak jatuh seperti kejadian waktu lalu. Aku tidak bisa melangkahkan kakiku di atas permukaan yang memiliki ketinggian yang berbeda kalau tidak berpegangan pada sesuatu kalau tidak aku pasti terjatuh. Aku tidak tahu kenapa itu sampai sekarang. Aku ingin seperti teman-teman yang lain yang bebas naik turun tangga tanpa rasa takut. " huff.."
 
"Hammi, kesini, duduk sini, Hammi!"
Seseorang memanggilku dan dia adalah sholikhah, senang rasanya bertemu dengannya.
"Iya." aku menghampirinya dengan perasaan senang.
 
"Hammi, sini duduk. Dan dengarkan aku baik-baik tapi jaga dirimu yaa jangan sampai kaget ataupun teriak. Hihihi karena nanti kamu bakalan jadi pusat perhatian teman yang lain kalau kamu sampai terkejut. Hihihihi.."
"Iya. Jangan membuatku takut deh, aku deg-degan nih" Aku penasaran.
"Ahihihi, kamu lucu deh Hammi. Dengarkan baik-baik. Ada... Seseorang... Yang... Menyukaimu, Hammi."
 
"Haaaaaa!" teriakku hingga beberapa teman menoleh kearahku. Aku benar-benar kaget bercampur takut dan deg-degan. "Apa yang harus aku lakukan?" gumam hatiku.
"Benarkan, Hammi. Kamu jadi pusat perhatian. Hihihihi. Jadi, jangan teriak lagi yaa. Plis, aku harus memberitahumu sekarang nih kalo enggak entar berita ini jadi basi alias sia-sia saja. Jadi tolong tenang yaa.. Pliss"
"Sholikhah, sudah ah jangan diteruskan..." sembari aku sedikit gemetaran karena ini hal yang baru bagiku yang tidak pernah aku bayangkan, bercampur perasaan takut dan campur aduk.
"Hei hei hei Hammi, tenanglah! Harusnya kamu senang dong ada seseorang yang menyukaimu dan kamu pun juga harus mulai menumbuhkan perasaan itu alias cinta." Benar-benar anak ini, diluar dugaanku.

"Namanya Dian, dia yang terus-terusan memanggilmu tapi kamu tidak pernah meresponnya. Dia anak yang pintar kok ganteng pula. Dia tetanggaku sih. Dia tahu kamu waktu kamu dipeluk dan diputar-putar oleh Nana terus akhirnya dia ngepoin kamu lewat aku. Kata dia, kamu itu imut. Hahaha... Jangan khawatir dia bukan anak nakal kog, sholih malahan."
"Jangan Sholikhah, aku takut..."
"Kuatkan dirimu, Hammi! Nanti sepulang sekolah kayaknya dia mau menemuimu."
"Sholikhah...." nyawaku benar-benar menangis.
"Sudah teman-teman, sudah iqomah ayo siap-siap sholat rapatkan barisan." pungkas Nana.

*****
"Apa yang harus aku lakukan? Aku bingung... Ya Allaah tolong aku, aku takut. Tubuhku sedikit gemetaran. Aku terus memikirkannya hingga waktu bel pulang pun berbunyi. Selesai berdoa,  aku segera bergegas dan mencari Nana memintanya untuk pulang bersama. Aku melihat Sholikhah, dia malah senyum-senyum mengodaku.
" Sholikhah, dimana Nana?" tanyaku dengan perasaan kacau.
"Tenang Hammi, kayak ada apa aja gitu... ,Nana sudah pulang duluan tuh. Gak usa takut Hammi, dia bukan Han-" aku langsung bergegas pergi meninggalkan Sholikhah yang belum selesai bicara. Dalam hati aku begumam, "maaf Sholikhah, aku harus cepat"

"Haaaah.." sedikit menghela nafas lega, ternyata Nana masih ada di luar dan sedang jajan. Aku menghampirinya dengan sedikit memulihkan tenaga.
"Nana, kita pulang bareng ya?"
"Oh? Oke." jawabnya dengan langsung mengacungkan jempolnya.
"Tunggu sebentar, aku ambil sepedaku dulu dan kamu jangan pergi dan jangan meninggalkanku. Oke?"
"Iya iya. Aku juga masih antri jajan kok"
"Janji ya."
 
Kemudian aku mengambil sepedaku dan Nana benar-benar menungguku. Aku merasa sangat senang.
"Ayo!" ajak Nana sembari ia melangkahkan kakinya untuk siap mengayuh sepedanya.
"Eh! Nana, sebentar!" aku menghentikan gerak Nana.
"Ada apa, Hammi?"
Aku menoleh-nolehkan pandangan mencari-cari anak laki-laki itu. Dan dia ada di sana bersama temannya yang ternyata temannya itu tetanggaku.
"Pratama? , dia temannya Pratama?" sambil menggigit bibir bawah dan menunduk aku terus mencari jalan keluar. Jangan sampai dia mengikutiku pulang dan tahu rumahku. Atau, mencegahku berhenti di tengah perjalanan dan membuat bencana-tragedi bahkan musibah.
"Tidaaak..." gumam nyawaku.
 
Dia yang kata Sholikhah namanya adalah Dian, melihat ke arahku dan tersenyum sambil melambaikan tangan. "Ada apa dengannya? Sok akrab banget!"
 
"Itu?  Itu Cahyo kan?" Aku melihat Cahyo sedang duduk di serambi luar gedung sekolah sambil memakan jajanannya. Cahyo juga tetanggaku. Pratama dan Cahyo adalah teman semasa kecilku dan kami masih bisa dibilang saudara sih, saudara jauh beda embah. "Eits! Malah cerita"
 
"Nana, tolong tunggu di sini sebentar ya."
"Iya-iya Hammi, ada apa sih?." Nana masih sabar menungguku.
Aku pergi meninggalkan Nana dan menghampiri Cahyo.
 
"Cahyo!" Aku memanggilnya dan menghampirinya.
"Ada apa, Hammi?"
"Cahyo, bisa minta tolong?" pintaku sambil aku menggenggam tanganku sendiri berupaya menenangkan diri ini agar tidak semakin heboh.
 
"Apa?"
"Itu, itu Pratama. Temannya Pratama. Kata temanku, dia- dia- ...dia menyukaiku dan mau membuntutiku. Tapi aku tidak mau itu, aku taku- ,aku takut. Tolong cegah dia dan biarkan aku pulang duluan."
"Oh? ,Dian maksudmu?. Oke. Kamu segeralah pulang duluan aku akan mengatasinya."
"Terima kasih, Cahyo" aku kemudian meninggalkan Cahyo dan kembali menghampiri Nana.
"Nana, ayo pulang" akhirnya aku pulang dalam keadaan lega. Aku berhutang budi kepada Cahyo.

*****
Aaahh..." langit tampak berkilau sehingga aku tidak mampu melihatnya, sembari memayungi dahiku dengan tangan kiri, menatap langit, menatap langit dan melangkah pulang. Cinta sangat berbahaya, ya?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pena Umida

Free Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design