Daftar Isi

Ep2. Hammi dan Rahasianya


     Hari kedua pun dimulai, aku berangkat ke sekolah seperti biasa naik sepeda. Namun sampai di sekolah aku tidak berjumpa dengan kucing yang kemarin aku temui. Aku berjalan memasuki gerbang sekolah dan hendak melewati kelasku yang lama, namun tiga sahabatku ternyata belum datang.
"Nana dan Sholikhah belum datang ya? Kalo begitu, aku langsung naik saja lah. Hmmm, enak lewat tangga utara atau selatan ya?" gumamku.
"Walaupun lewat tangga selatan lebih dekat sih, tapi... Ah! Lewat utara saja biar aku sedikit jalan-jalan" Aku berjalan terus melewati kelas-kelas lain dan mulai naik tangga menuju kelas baruku.

Tiba-tiba...
"Hammi... Hammi..."
     Aku mulai naik tangga satu langkah demi langkah sambil berpegangan pada pegangan tangga dan seseorang memanggilku. Tapi hanya suara, aku mengira, "apa di dalam kelas itu ya tapi kok orangnya tidak kelihatan."

"Hammi... Hammi..."
     Seperti diteror saja, aku mulai mempercepat langkahku. Bukan seperti suara hantu sih tapi suara anak laki-laki. Ada yang mencoba mengusiliku. Aku terus mempercepat langkahku sampai tiba di lantai atas.

"Huff.. Sudah aman" aku menghela nafas dan berhenti sejenak. Tangga bagian utara itu memang sedikit gelap tapi kalau siswa dari kelas tersebut mengobrol diserambi luar juga tidak terlihat sepi sih tapi tadi benar-benar sepi dan kelihatan menyeramkan.

"Apa aku berangkat terlalu awal ya... Kok teman-teman belum pada kelihatan. Atau mungkin aku terlalu rajin berangkat padahal ini baru hari ke dua harusnya memang masih sedikit santai."
     Aku melanjutkan jalanku menuju kelas baruku dan di sana, di luar kelas seorang anak laki-laki sedang menyandarkan tubuhnya di pagar pembatas seolah sedang menungguku. Ops!  Kepedean. Aku terus berjalan maju tapi membuatku tampak canggung karena dia terus menatapku. Aku menengok ke belakang tapi tidak ada siapa-siapa dan aku jadi semakin canggung, salah tingkah dan bingung mau berekspresi seperti apa.

     Sampai di depan pintu kelas aku mulai mengangkat kaki masuk ke dalam kelas. Dan...
"Gedubrak!" aku terjatuh dan lutut kiriku terbentur lantai sangat keras dan itu sakit sekali. Aku hampir menangis tapi lebih tepatnya kesal.
"Aduuuh... Sakit! Hik hik hik... Aku menutup mataku sedikit menangis.

" kenapa kamu tidak segera bangun, apa perlu aku bantu?"
Anak laki-laki itu menghampiriku dan menawariku bantuan. Aku sangat malu terlihat dalam keadaan seperti ini. Tapi, lututku benar-benar sakit dan aku tidak bisa bangun.

"Harusnya kamu berpegangan pada bingkai pintu itu, kan jatuh jadinya"
Kenapa dia jadi berbicara seperti itu kepadaku, apa dia tau sesuatu dari diriku. Dan aku sama sekali belum bisa bangun dari keadaan terjatuh ini. Toloong... Gumam hatiku.

"Hammi... Hammi! Kamu kenapa? Kamu tidak apa-apa kan?"
Akhirnya dua anak gadis datang menolongku dan membantuku berdiri, membantuku berjalan menuju tempat dudukku.
"Apa yang kau lakukan pada Hammi, Nafi'? Ayo minta maaf!"
Gadis yang sedikit galak itu memarahi anak laki-laki itu. Namun dia langsung beranjak pergi, mungkin dia takut akan menambah masalah selanjutnya.

"Apa maksudmu? Aku pergi!" Anak laki-laki itupun pergi tidak ingin menambah masalah.
"Dasar!" tukas gadis yang sedikit galak itu.

"Hammi, apa kamu baik-baik saja? Apa lututmu sakit? Haruskah kita ke UKS?"
Ima, nama gadis yang sedikit galak itu. Dia mengkhawatirkan diriku. Ruli pun juga mengkhawatirkan diriku.
"Iya, Hammi. Kita akan membantumu ke UKS supaya lututnya bisa diobati!."
"Tidak apa-apa teman-teman." aku menolak dengan sedikit sungkan lagipula kalau jalan ke UKS dengan kondisi seperti ini aku agak kesusahan dan mungkin akan menyusahkan juga bagi mereka berdua naik turun tangga pula. Biarlah aku duduk diam sampai bel pulang saja. Tapi, sepedaku...

*****
Sepanjang pelajaran di kelas aku hanya terus mengelus-elus dahiku yang juga terbentur lantai. Aku terus memikirkan kejadian memaluku tadi dan bergumam, kenapa harus ada yang tahu sih kalau aku bisa terjatuh seperti itu? Dan anak laki-laki itu lah yang tahu. Aku pun langsung menengok tajam ke arahnya yang duduk disebelah kanan bangkuku dan diapun membalas tatapanku, aku pun langsung berdiri kepanasan dan salah tingkah atas tatapannya.

"Hammi, ada apa ?" Rahma yang duduk disampingku menanyaiku keheranan.
"A! tidak, Rahma, tidak, tidak ada apa-apa kok." Aku kebingungan.

Guru matematika kami masih saja terus menjelaskan-menjelaskan materinya yang sedang beliau ajarkan pada kami, aku mendengarkannya tapi pikiranku masih berputar-putar dan tidak fokus. Tiba-tiba guru memberikan pertanyaan dan menyebut nama untuk bisa mengerjakannya di depan kelas dan itu adalah aku. Aku kelabakan dan kebingungan menengok ke kanan ke kiri dan terbata-bata ingin berucap. Namun untung saja ada teman yang membuatku aman, Ima menolak permintaan guru.
"Maaf Ibu guru, kaki Hammi sedang sakit tadi habis terjatuh jadi saya kira mungkin dia akan kesulitan untuk berjalan ke depan jadi mohon diganti teman yang lain saja ya Ibu guru..."
Aku merasa senang Ima melegakanku tapi aku juga jadi malu kenapa dia harus menambah memperjelas keadaanku dan teman-teman melihat kearahku.

"Baiklah, ibu minta Adi yang maju kedepan. Kamu pandai matematika kan? sekalian coba kamu jelaskan kepada teman-temanmu ya proses pengerjaannya" Ibu guru pun meminta Adi yang menggantikanku maju ke depan.

Adi memang anak yang pandai dalam pelajaran matematika bahkan dia selalu diikutsertakan lomba matematika dan selalu mendapat juara.

*****
Bel pulang pun berbunyi. Kami mengakhiri pelajaran dengan berdoa bersama-sama.
"Hammi, apa lututmu masih sakit?" tanya Ima yang masih mengkhawatirkan diriku.
"Iya, Hammi, kalo masih sakit kita akan membantumu jalan." tambah Ruli
"Betul!" tambah Siti.
"Aduuuh" gumamku.
"Tidak usah teman-teman, lututku sudah baikan kok. Kalian duluan saja aku mau menemui temanku dulu dari kelas bawah." aku terpaksa berbohong kepada mereka karena aku tidak ingin mereka terlalu mengkhawatirkan diriku. Lagipula lututku memang sudah lebih baikan namun aku masih kesal dengan kejadian terjatuhku tadi.
"Ya sudah, kami duluan ya Hammi. Besok kita ketemu lagi" pungkas Ima yang mulai beranjak dan pulang duluan disusul Ruli dan Siti. Dan aku pun menyusul mereka pulang setelah mereka tampak jauh tidak terlihat.

*****
Gadis kucing itu, aku ingin terus memperhatikannya. Ketika dia ada tanpa sadar kadangkala pandanganku selalu kearahnya. Entah kenapa aku tahu dia benar-benar tidak bisa melangkahkan kakinya pada lantai yang memiliki ketinggian yang berbeda kecuali dia harus berpegangan pada sesuatu kalau tidak dia bisa jatuh. Aku bisa langsung mengetahuinya kemarin waktu dia masuk pertama kali ke dalam kelas dan dia sangat berhati-hati sambil berpegangan pundak temannya saat melangkahkan kakinya melewati batas lantai itu. Dia sangat lucu dan unik. Jantungku berdegup setiap melihatnya dan aku harus menahannya dan menyembunyikannya sampai di waktu yang tepat untuk mengetahui kebenaran perasaanku ini.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pena Umida

Free Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design