Daftar Isi

Ep.6 Hammi dan Fairi


"Meong kecil, apa yang harus aku lakukan setelah ini?, huff..." hari ini aku sedikit beruntung, aku bertemu lagi dengan kucing yang sama pada waktu aku pertama kali bertemu dengannya. Aku terus membelai bulunya, mencoba menenangkan diri tapi aku jadi tidak bisa tenang karena ternyata di belakangku ada anak laki-laki yang setiap hari menungguku di depan kelas. "Tumben," gumamku.
     Karena aku merasa tidak nyaman dan takut dicurigai aneh bicara dengan kucing, aku pun beranjak meninggalkan kucing itu dan mulai jalan memasuki sekolah.
"Apa dia mengikutiku," gumamku merasa tidak nyaman, "kalo tidak kan harusnya dia segera mendahuluiku dan segera pergi, membuatku tidak nyaman saja."
Aku pun mulai naik tangga, tapi dia masih saja di belakangku. Aku mengabaikannya, dengan terus melangkah sambil berpegangan pada pegangan tangga aku melihat Dian sedang duduk di tangga tersebut seolah-olah sedang menungguku atau malah mencegahku yaa...
 
"Jadi kan hari ini, Hammi?" Dian mulai mengajakku dengan penuh semangat namun aku yang tidak bersemangat.
"Aku tidak peduli, minggir!" tapi itu hanya suara nyawaku saja. Aku masih diam tidak menjawab.
"Aku tidak akan pergi sebelum kamu menjawab. Kalo iya, iya. Kalo enggak yaa aku tidak akan menyerah untuk terus memanggilmu." Dian mulai membela diri, seolah tidak merasa kasihan terhadapku yang aku mulai lemas menghadapinya.
Seperti teror saja, terus ngapain juga itu anak laki-laki tetap di belakangku dan tidak beranjak pergi. Aku menggenggam tanganku sendiri dengan erat. Haruskah aku turun saja yaa, tapi ada dia dibelakangku, apa dia mencoba menghalangiku ataukah benar dia malah bekerja sama dengan Dian?! Kenapa ini terasa sulit, aku merasa tidak bisa berbuat apa-apa bahkan aku menghadapi ini sendirian." Aku mulai sedih.
"Hish, aku harus kuat" ,aku menghentakkan kaki. Dan melangkah ke samping. Aku mencoba melangkah dengan tidak percaya diri, karena di dinding tangga tidak ada pegangannya, kalau aku tidak berpegangan aku akan jatuh. "Kenapa ini sangat menyusahkan!" aku mulai menangis, tapi aku harus kuat. Aku pun mengangkat kepala mulai mengambil langkah dan... Oleng, aku kehilangan keseimbangan... "Aku- aku akan jatuh..." aku memejamkan mata dengan erat, "mungkin, lebih baik begini"

"Hammi!", tiba-tiba anak laki-laki itu hup! menahan punggungku dengan ke dua tangannya. Tenang, bukan jatuh terus dipeluk dari belakang kok. Enggak pakai adegan romantis-romantis lho..
" Hammi! Bertahanlah!" anak laki-laki itu memanggil namaku, menyadarkanku dan menegakkan kembali tubuhku serta memastikan kalau aku sudah tidak apa-apa.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya.
Aku hanya bisa menjawab, "um.."
Setelah dia mengetahui kalau aku mungkin sudah baik-baik saja. Dia langsung memegang tanganku dengan tangan kanannya, menuntunku dengan langkah cepat meninggalkan Dian yang penuh tanda tanya melihat keadaan kami berdua. Aku kaget dan mengikuti langkah cepatnya walaupun sedikit terengah-engah dan memanggil namanya pelan, "Fairi...". Anak laki-laki itu masih memegang tanganku hingga sampai di luar kelas. Dia pun melepaskan pegangannya.
"Hammi, maafkan aku karena ini" Fairi meminta maaf kepadaku mungkin karena dia memegang tanganku atas kejadian yang tidak disengaja ini.
Aku hanya bisa menjawab dengan nada datar tidak bertenaga, "iya, tidak-, anu- te-terimakasih."
"Syukurlah, maaf aku ada urusan sebentar..."
Kemudian Fairi pun pergi meninggalkanku.

*****
Sekarang aku sudah bisa memanggil nama gadis kucing itu, Hammi. Tubuhku terasa bergetar atas perasaanku padanya yang tidak menentu. Apa yang akan terjadi setelah ini ya, aku penasaran. Yang jelas semoga Hammi kembali pada dirinya sendiri dan tidak menghadapi hal-hal yang diluar kendalinya lagi. Dan aku akan terus memastikannya, memahaminya dari jauh. 

*****
"Hei Dian?!" Panggilku yang Dian masih saja duduk di tangga tersebut.
"Kau Fairi kan?" Tanyanya..
"Hahaha..." tawaku, aku pun melanjutkan, mengajaknya ngobrol dengan santai tanpa menghakiminya.
"Kenapa kau ini? Populer sekali dimata para gadis?" tegasku sedikit bercanda
"apa maksudmu? aku memang siswa yang paling populer di sekolah ini, siapa coba yang tidak mengenalku..." Dian merasa percaya diri tanpa rasa takut
"Sudahlah...kadang kala... perhatikan dulu caramu mempopulerkan diri kepada mereka, terhadap anak tadi kau hampir saja membuat... aaah sudahlah... aku tidak akan bertengkar denganmu dan menghakimi sikapmu itu..." aku mencoba untuk tidak menambah panas obrolan ini.
"Kau ini gimana sih? membingungkan sekali..." Dian masih saja merasa tidak bersalah
"Fairi? Jangan-jangan apa kamu menyukai Hammi?" Dian pun mempertegas keadaan dan terus melanjutkan
"Hahaha.... kamu cemburu? tenang saja..., aku terhadap Hammi? hahahaha... kayak gak kenal aku saja, yang sudah jelas beritanya kalau aku ini playboy, yang hanya suka mempermainkan perasaan para gadis tapi malah mereka pada suka walaupun itu hanya sekedar saja tidak ada yang perlu diseriusin" Dian terus memberi penjelasan tanpa rasa salah. Dia hanya terus menganggap perbuatannya itu hanya untuk bersenang-senang tanpa melukai hati.
     Aku pun sebenarnya sudah tahu dan paham akan hal itu dan itu hal yang biasa-biasa saja bagi para gadis dan aku bahkan teman-teman lainnya pun tidak memperdulikannya tapi mungkin bagi Hammi itu sesuatu yang tidak biasa, dia tidak menyukai hal itu... Dan obrolanku dengan Dianpun terus berlanjut...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pena Umida

Free Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design